Mata Uang Asia Bergerak Tipis Lewati Kesulitan China dengan Less Hawkish The Fed

Mata uang Asia mayoritas sedikit naik pada hari Rabu (06/12). Data tenaga kerja AS yang lemah mendorong berlanjutnya spekulasi pemotongan suku bunga lebih awal oleh Federal Reserve dan ini membantu investor melewati kekhawatiran yang terus berlanjut dari ekonomi China.

Data JOLTs mengungkap lowongan kerja AS menurun di bulan Oktober, menambah harapan untuk pendinginan yang panjang di pasar tenaga kerja yang dapat membatasi ruang bagi Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama.

Angka ini menurunkan Treasury yields, dan muncul hanya beberapa hari sebelum data nonfarm payrolls yang sangat diawasi dengan ketat.

Optimisme atas Fed yang tidak terlalu hawkish menopang sebagian besar mata uang Asia mencatatkan penguatan pada hari Rabu. Dolar Taiwan dan won Korea Selatan masing-masing naik 0,1%, sementara yen Jepang stabil setelah alami pemulihan tajam terhadap dolar dalam beberapa sesi terakhir.

Dolar Australia menguat 0,7%, pulih dari penurunan tajam selama dua hari meskipun data menunjukkan bahwa ekonomi Australia tumbuh kurang dari perkiraan pada kuartal ketiga, terutama karena turunnya permintaan ekspor di China. Namun permintaan dan belanja lokal tetap kuat.

Reserve Bank yang tidak terlalu hawkish menjadi sumber utama tekanan terhadap dolar Australia, setelah bank tersebut mempertahankan suku bunga pada hari Selasa dan menandai pendekatan yang sebagian besar berdasarkan data untuk kenaikan suku bunga di masa depan.

Rupee India tetap berbeda di antara mata uang lainnya, bergerak di sekitar rekor terendah lebih dari 83,3 setelah defisit perdagangan besar di negara ini sebagian besar mengimbangi optimisme atas pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.

Yuan China turun meski ada dukungan dari pemerintah bersama warning Moody’s
Yuan China turun 0,2%, menyusul penetapan kurs tengah harian yang lebih lemah oleh People’s Bank of China. Namun laporan-laporan media menyebut bahwa bank-bank milik pemerintah China menjual dolar dan membeli yuan di pasar terbuka untuk mendukung mata uangnya.

Sentimen terhadap China tertekan oleh lembaga pemeringkat Moody’s, yang menurunkan outlook kredit negara ini menjadi negatif dan menandai peningkatan risiko ekonomi dari penurunan pasar properti. Moody’s juga mengatakan bahwa Beijing perlu meluncurkan lebih banyak stimulus untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

Peringatan tersebut muncul setelah beberapa angka ekonomi yang lemah untuk bulan November, lantaran pemulihan pasca-COVID gagal terwujud tahun ini.

Data perdagangan China akan dirilis pada hari Kamis, dan diperkirakan akan menunjukkan pelemahan ekonomi yang terus-menerus.

Dolar stabil, waktu pemangkasan suku bunga Fed masih belum pasti
Indeks dolar dan indeks dolar berjangka masing-masing turun 0,1% di perdagangan Asia, tetapi diperdagangkan dengan nyaman di atas level terendah baru-baru ini.

Meskipun pasar yakin bahwa Fed tidak akan menaikkan suku bunga lebih lanjut, ketidakpastian mengenai kapan tepatnya bank sentral akan mulai menurunkan suku bunga pada tahun 2024 masih menjadi titik ketidakpastian utama. Gagasan ini memberikan dukungan bagi dolar dalam beberapa sesi terakhir, seperti halnya antisipasi terhadap data nonfarm payrolls hari Jumat.

Ekonomi AS masih tangguh, yang diperkirakan akan menjaga inflasi tetap tinggi, sementara pasar tenaga kerja juga mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mendingin dari yang diharapkan.

Traders memperkirakan ada lebih dari 50% kemungkinan Fed akan menurunkan suku bunga paling cepat Maret 2024. Namun, bank sentral sebagian besar mempertahankan retorika kenaikan suku bunga yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.


sumber : investing