Hasil Risalah The Fed, Pejabat Terpecah Soal Arah Suku Bunga

Risalah The Fed pada pertemuan September 2025 menunjukkan, para pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) terpecah soal arah kebijakan suku bunga. Meskipun sebagian besar sepakat bahwa suku bunga acuan perlu diturunkan karena melemahnya pasar tenaga kerja, perdebatan muncul terkait jumlah pemangkasan yang akan dilakukan hingga akhir 2025.
Dalam risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang dirilis Rabu (8/10/2025), hampir seluruh anggota komite sepakat untuk memangkas suku bunga pada pertemuan 16–17 September sebesar 0,25 poin persentase menjadi kisaran 4%–4,25%. Namun, perbedaan pandangan muncul mengenai apakah The Fed akan melanjutkan dengan dua atau tiga kali pemangkasan lagi tahun ini.
“Sebagian besar peserta menilai bahwa pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut kemungkinan diperlukan pada sisa tahun ini,” tulis risalah tersebut. Mereka juga menekankan pentingnya kesiapan The Fed untuk merespons setiap perkembangan ekonomi secara tepat waktu.
Dari 19 pejabat yang hadir dalam rapat, 12 memiliki hak suara. Hasil voting menunjukkan mayoritas tipis 11 banding 1 untuk menurunkan suku bunga. Satu-satunya suara berbeda datang dari Gubernur baru Stephen Miran, yang baru menjabat beberapa jam sebelum rapat dimulai. Miran memilih pemangkasan yang lebih agresif, yakni 0,5 poin persentase.
Meski demikian, mayoritas anggota memproyeksikan dua kali pemangkasan tambahan sebesar 0,25 poin persentase pada dua rapat berikutnya tahun ini. Sementara untuk 2026 dan 2027, masing-masing diperkirakan akan ada satu kali pemangkasan tambahan sebelum suku bunga jangka panjang stabil di kisaran 3%.
Risalah juga menunjukkan kekhawatiran para pejabat terhadap kondisi pasar tenaga kerja AS yang mulai melemah, di tengah risiko inflasi yang masih ada. “Sebagian besar peserta menilai bahwa risiko terhadap lapangan kerja meningkat, sementara risiko inflasi telah menurun atau tidak berubah,” tulis dokumen tersebut.
Beberapa anggota FOMC menyuarakan kehati-hatian, menilai kondisi keuangan saat ini belum terlalu ketat sehingga perlu pendekatan yang lebih berhati-hati sebelum memangkas suku bunga lebih dalam.
Selain inflasi dan pasar kerja, kebijakan tarif impor yang diterapkan pemerintahan Presiden Donald Trump juga menjadi sorotan. Namun, para pejabat menilai tarif tersebut tidak akan menimbulkan tekanan inflasi jangka panjang, meski sempat mendorong kenaikan harga pada tahun ini.
The Fed juga menghadapi tantangan baru akibat shutdown pemerintahan federal AS. Beberapa lembaga seperti Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Perdagangan menghentikan pengumpulan serta publikasi data ekonomi penting, termasuk inflasi dan pengangguran.
Jika kebuntuan politik ini belum berakhir sebelum rapat FOMC berikutnya pada 28–29 Oktober, pembuat kebijakan akan kesulitan mengambil keputusan berbasis data terbaru. Meski pasar saat ini memperkirakan peluang hampir pasti The Fed akan kembali memangkas suku bunga pada Oktober dan Desember, keputusan akhir bisa bergantung pada ketersediaan data ekonomi.
sumber : investor.id