Harga Minyak Naik Tipis karena Stimulus Tiongkok dan Sanksi Baru Rusia

West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah AS, diperdagangkan di sekitar $70,40 pada hari Kamis. Harga WTI naik tipis di tengah kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan permintaan global dan kemungkinan sanksi yang lebih ketat terhadap Rusia dan Iran.

Pemerintahan Biden pada hari Rabu mempertimbangkan sanksi yang lebih ketat terhadap perdagangan minyak Rusia untuk meningkatkan tekanan pada Kremlin, hanya beberapa pekan sebelum Donald Trump kembali ke Gedung Putih, demikian menurut Bloomberg. Selain itu, Uni Eropa menyepakati putaran baru sanksi terhadap Rusia pada hari Rabu karena perang yang sedang berlangsung di Ukraina. Hal ini, pada gilirannya, dapat memperketat suplai minyak mentah global dan mengangkat harga WTI.

Meningkatnya ekspektasi akan stimulus lebih lanjut dari Tiongkok juga berkontribusi pada harga WTI. Pihak berwenang Tiongkok mengatakan pada hari Senin bahwa mereka akan mengadopsi kebijakan moneter yang “cukup longgar” pada tahun 2025 karena Beijing mencoba untuk meningkatkan ekonominya dengan pelonggaran sikapnya yang pertama dalam 14 tahun. “Hal ini telah memicu optimisme di pasar minyak, dengan para pedagang berharap bahwa inisiatif ini dapat mendorong konsumsi minyak yang lebih tinggi,” kata Li Xing Gan, konsultan strategi pasar keuangan untuk Exness.

Penurunan persediaan minyak mentah AS pekan lalu dapat mendukung harga emas hitam. Laporan mingguan US Energy Information Administration (EIA) menunjukkan stok minyak mentah di Amerika Serikat untuk pekan yang berakhir 6 Desember turun 1,425 juta barel, dibandingkan dengan penurunan 5,073 juta barel pada pekan sebelumnya. Konsensus pasar memprakirakan stok akan turun sebesar 1,1 juta barel.

Di sisi lain, OPEC memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan pada tahun 2024 dan 2025 selama lima bulan berturut-turut pada hari Rabu. “OPEC menghadapi kenyataan tentang apa yang mereka hadapi, pemangkasan (proyeksi pertumbuhan permintaan) menyoroti bahwa mereka harus bekerja keras untuk menyeimbangkan pasar ini menuju tahun 2025,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.


sumber : fxstreet