Harga Minyak Anjlok 2% Lebih di Tengah Meredanya Risiko Timur Tengah

Harga minyak anjlok 2% lebih pada Jumat (21/2/2025). Dengan demikian, minyak mencatat pelemahan mingguan seiring berkurangnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ketidakpastian terkait kesepakatan damai Rusia dengan Ukraina.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup turun US$ 2,05 (2,68%) menjadi US$ 74,43 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah US$ 2,08 (2,87%) dan ditutup di US$ 70,18 per barel. Secara mingguan, Brent turun 0,4%, sedangkan WTI mencatat penurunan 0,5%.
Mitra di Again Capital John Kilduff mengatakan, stabilnya situasi di Timur Tengah, terutama setelah gencatan senjata di Gaza tetap bertahan, telah mengurangi premi risiko dalam pasar minyak.
Di sisi lain, munculnya laporan dari peneliti di Institut Virologi Wuhan, China, yang menemukan virus corona jenis baru pada kelelawar turut memicu kekhawatiran pasar, menyebabkan harga minyak sempat anjlok sekitar US$ 2 per barel.
Investor juga mencermati peningkatan stok minyak mentah AS yang dilaporkan oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Kamis (20/2/2025). Peningkatan ini terjadi akibat pemeliharaan musiman di kilang-kilang yang mengurangi tingkat pemrosesan minyak.
Selain itu, perusahaan energi AS kembali menambah jumlah rig minyak dan gas selama empat pekan berturut-turut, mencapai level tertinggi sejak Juni. Baker Hughes melaporkan bahwa jumlah rig naik empat unit menjadi total 592 rig pada pekan yang berakhir 21 Februari.
Meskipun harga minyak turun, kekhawatiran terhadap potensi gangguan pasokan masih menjadi faktor yang membatasi penurunan lebih lanjut. Rusia melaporkan bahwa aliran minyak dari Konsorsium Pipa Kaspia (CPC), jalur utama ekspor minyak Kazakhstan, berkurang 30-40% akibat serangan drone Ukraina pada stasiun pemompaan.
Namun, pasokan minyak dari ladang Tengiz Kazakhstan melalui jalur CPC tetap berjalan normal, menurut laporan Interfax yang mengutip Tengizchevroil. Bahkan, Kazakhstan berhasil mencatat rekor volume produksi minyak meski jalur ekspor CPC mengalami gangguan, meskipun belum jelas bagaimana negara tersebut bisa mencapai rekor tersebut.
Serangan drone Ukraina turut memberikan dukungan terhadap harga minyak minggu ini. Analis juga memperkirakan OPEC+ akan kembali menunda pemotongan produksi, mengingat harga minyak masih bertahan di bawah US$ 80 per barel.
Di sisi lain, hubungan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan Presiden AS Donald Trump memburuk setelah Zelenskiy mengkritik langkah AS dan Rusia yang berupaya merundingkan kesepakatan damai tanpa melibatkan Kyiv. Namun, setelah pertemuan dengan utusan Trump, Zelenskiy menyatakan kesiapannya untuk segera menyusun perjanjian investasi dan keamanan dengan AS.
“Trump terus menekan Ukraina, dan pasar melihatnya sebagai potensi pelonggaran sanksi terhadap Rusia, yang dapat membawa kembali aliran minyak Rusia ke pasar global,” kata Kilduff dari Again Capital.
sumber : investor.id