Harga Emas dan Perak Sekali Lagi Serempak Cetak Rekor Kembali
Harga emas menembus rekor tertinggi tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) lagi pada perdagangan Selasa (23/12/2025). Hal ini kembali menegaskan status emas sebagai aset lindung nilai utama, diikuti lonjakan tajam perak yang sama-sama mencetak rekor tertinggi baru.
Harga emas spot menguat 1,08% dan ditutup di level US$ 4.484,63 per ons, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di US$ 4.499,59 per ons pada awal perdagangan.
Sepanjang tahun ini, harga emas telah melonjak hampir 70%, didorong meningkatnya ketegangan geopolitik global, ekspektasi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS), pembelian agresif oleh bank sentral, serta permintaan investasi yang tetap solid.
Analis SP Angel menilai diversifikasi cadangan devisa bank sentral global menjadi penopang struktural utama harga emas dalam jangka panjang.
“Diversifikasi cadangan devisa bank sentral akan terus menjadi katalis positif bagi harga emas hingga akhir dekade ini. Kami memperkirakan emas berpeluang menguat menuju US$ 5.000 per ons pada tahun depan,” tulis SP Angel dalam catatannya.
Sentimen penguatan emas juga diperkuat oleh meningkatnya tensi geopolitik.
Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump memerintahkan blokade terhadap seluruh kapal tanker minyak yang dikenai sanksi yang masuk dan keluar Venezuela, serta menyatakan tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik militer dengan negara tersebut. Kondisi ini mendorong investor kembali memburu aset safe haven.
Seiring penguatan emas, harga perak melanjutkan reli tajam dan mencetak rekor baru dengan menembus level psikologis US$ 70 per ons. Harga perak spot melonjak 3,5% dan ditutup di US$ 71,44 per ons, setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa di US$ 71,55 per ons. Secara year to date, harga perak telah melesat hingga 147%.
Wakil Presiden sekaligus Senior Metals Strategist Zaner Metals Peter Grant menjelaskan, reli perak ditopang fundamental pasokan dan permintaan yang ketat.
“Pasar perak telah mengalami defisit selama lima tahun berturut-turut, di tengah meningkatnya permintaan industri. Selain itu, faktor safe haven, ekspektasi dolar AS yang melemah, serta penurunan imbal hasil turut menopang harga,” ujarnya.
Meski demikian, Grant mengingatkan potensi koreksi jangka pendek. “Target berikutnya berada di kisaran US$ 75 per ons, namun aksi ambil untung menjelang akhir tahun bisa memicu pullback,” katanya.
Pelemahan dolar AS pada pekan perdagangan yang lebih singkat akibat libur turut mendukung reli logam mulia. Dolar yang melemah membuat harga komoditas berbasis dolar lebih menarik bagi pembeli global.
sumber : investor.id
