Harga Minyak Lanjutkan Kenaikan Empat Hari Berturut-turut

Harga Minyak West Texas Intermediate (WTI) melanjutkan kenaikannya selama empat hari berturut-turut, diperdagangkan di sekitar $65,25 per barel saat berita ini ditulis Pukul 13.15 WIB pada hari Jumat. Harga WTI naik mendekati level tertinggi dalam tiga minggu akibat kekhawatiran terhadap pasokan yang terus berlanjut, dipicu oleh tekanan pada Minyak Rusia terkait konflik Ukraina-Rusia.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, meminta Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk menghentikan pembelian Minyak Rusia dalam upaya meningkatkan tekanan pada Moskow terkait konflik Ukraina. Selain itu, Washington juga akan memberlakukan sanksi mulai 1 Oktober terhadap perusahaan minyak milik Rusia, NIS, di Serbia, yang mengoperasikan satu-satunya kilang di negara tersebut. Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS pertama kali menjatuhkan sanksi pada sektor minyak Rusia pada 10 Januari, memberikan Gazprom Neft waktu 45 hari untuk melepaskan kepemilikannya di NIS.
Reuters mengutip analis IG, Tony Sycamore, yang mengatakan “Kenaikan didukung oleh serangan drone Ukraina yang terus berlanjut yang menargetkan infrastruktur minyak Rusia, peringatan NATO kepada Rusia bahwa mereka siap merespons pelanggaran ruang udara di masa depan dan langkah Rusia untuk menghentikan ekspor bahan bakar utama.”
Penurunan kapasitas penyulingan Minyak telah membuat Rusia dekat dengan pemotongan produksi minyak mentah, dan beberapa wilayah sudah mengalami kekurangan beberapa jenis bahan bakar. Pada hari Kamis, Deputi Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengumumkan bahwa larangan ekspor diesel sebagian akan diberlakukan hingga akhir tahun, sementara memperpanjang larangan yang ada pada ekspor bensin.
Kenaikan harga Minyak Mentah dapat terhambat di tengah ketidakpastian seputar sikap kebijakan Federal Reserve (The Fed). Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, mencatat bahwa dia tidak bersemangat untuk melakukan banyak pelonggaran kebijakan sementara inflasi berada di atas target dan bergerak ke arah yang salah. Sementara itu, Gubernur The Fed, Stephen Miran, pengambil kebijakan terbaru di The Fed, lebih mendukung pemotongan yang lebih agresif sebesar 0,50% untuk mencegah keruntuhan pasar tenaga kerja.
sumber : fxstreet