Harga Minyak Melemah, Imbas Kemungkinan Kesepakatan Gencatan Senjata Timur Tengah

West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah AS, diperdagangkan mencapai level terendah hari ini di $68,57 per barel pada hari Selasa. Harga WTI melemah setelah adanya laporan bahwa Israel dan Lebanon telah menyetujui ketentuan-ketentuan kesepakatan untuk mengakhiri konflik Israel-Hizbullah, mengutip para pejabat senior AS yang tidak disebutkan namanya. Namun, meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama tindakan Rusia di Ukraina mungkin membatasi penurunan WTI.

Para pejabat Israel dan AS mengatakan bahwa Israel dan Lebanon tampaknya hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata, dengan kabinet Israel akan bertemu pada hari Selasa untuk mendiskusikannya, demikian dikutip dari BBC. Giovanni Staunovo dari UBS mengatakan, “Tampaknya berita gencatan senjata antara Israel dan Libanon berada di balik penurunan harga, meskipun tidak ada pasokan yang terganggu karena konflik antara kedua negara dan premi risiko dalam minyak sudah rendah sebelum penurunan harga terakhir.”

Namun, para pedagang minyak akan terus memantau perkembangan seputar risiko-risiko geopolitik. Ukraina meluncurkan rudal jarak jauh buatan Amerika Serikat yang menargetkan sebuah pangkalan militer di dalam wilayah Rusia minggu lalu. Sebagai tanggapan, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan akan menurunkan doktrinnya untuk menggunakan senjata nuklir dan menembakkan rudal hipersonik ke Ukraina. Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Iran meningkatkan kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan, yang dapat meningkatkan WTI dalam waktu dekat.

Selain itu, tanda-tanda pemulihan permintaan minyak Tiongkok mengangkat harga emas hitam ini karena Tiongkok adalah importir minyak mentah terbesar di dunia. Menurut LSEG Oil Research, impor minyak mentah Tiongkok dapat mencapai 11,4 juta barel per hari di bulan ini karena penurunan harga. Selain itu, S&P Global memprakirakan bahwa permintaan minyak Tiongkok dapat tumbuh 1,1% menjadi 17,29 juta barel per hari pada tahun 2024 dan meningkat 1,7% menjadi 17,59 juta barel per hari pada tahun 2025.


sumber : fxstreet