Harga Emas Tertekan Setelah Capai Rekor, Yuk Simak Penyebabnya !
Harga emas tertekan usai menembus rekor tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) pada Senin (21/10/2024). Hal itu karena ditekan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi dan dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini menahan dukungan yang didapat emas dari ketidakpastian terkait pemilu presiden AS dan konflik di Timur Tengah.
Harga emas spot turun 0,1% menjadi US$ 2.719, setelah sempat mencapai rekor tertinggi US$ 2.740,62 di awal sesi AS.
“Imbal hasil obligasi AS 10 tahun meningkat cukup signifikan, dan indeks dolar menguat. Ini memberi tekanan pada harga emas,” kata Daniel Pavilonis, ahli strategi pasar senior di RJO Futures dikutip dari Reuters.
Imbal hasil obligasi 10 tahun AS naik ke level tertinggi dalam 12 minggu, sementara indeks dolar meningkat, membuat emas lebih mahal bagi pembeli di luar negeri.
Emas, yang dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian politik dan ekonomi, telah naik lebih dari 32% tahun ini, memecahkan beberapa rekor tertinggi, karena kombinasi pemangkasan suku bunga The Fed dan permintaan safe-haven menciptakan kondisi sempurna bagi emas.
“Kita semakin mendekati pemilu AS, tinggal beberapa minggu lagi. Ditambah lagi ada ketegangan geopolitik yang terus berlanjut di Timur Tengah, seperti Israel, Iran, dan lainnya,” tambah Pavilonis.
Sementara itu, ratusan penduduk Beirut melarikan diri dari rumah mereka saat Israel bersiap menyerang situs-situs terkait operasi keuangan Hizbullah, memicu ketakutan akan eskalasi konflik.
Analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan, harga emas diperkirakan akan mencapai US$ 2.900 per ons dalam 12 bulan ke depan, didorong oleh pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed. Kini traders memperkirakan peluang sebesar 85% untuk pemangkasan suku bunga sebesar 0,25% pada November mendatang.
Sedangkan harga logam mulia lainnya, yaitu perak spot naik 0,6% menjadi US$ 33,85 per ons setelah sebelumnya mencapai level tertinggi sejak akhir 2012. Sementara platinum turun 0,7% menjadi US$ 1.006,25 per ons, sedangkan palladium merosot 2,4% menjadi US$1.054,07 per ons.
Sementara itu, para analis di bank-bank besar memperkirakan harga emas akan terus naik hingga 2025, didorong oleh masuknya arus dana besar ke Exchange-Traded Funds (ETFs) dan ekspektasi pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh bank sentral utama, termasuk The Fed.
Menurut catatan Citi, emas diperkirakan akan tetap kuat karena ekonomi AS diperkirakan akan melemah, dengan penurunan pasar tenaga kerja dan pembelian emas oleh banyak bank sentral. Selain itu, jika harga minyak melonjak akibat ketegangan di Timur Tengah, emas juga akan mendapat manfaat lebih lanjut.
Goldman Sachs juga menegaskan rekomendasi jangka panjang untuk emas, dengan alasan dorongan bertahap dari suku bunga global yang lebih rendah, permintaan bank sentral yang meningkat, serta manfaat emas sebagai lindung nilai terhadap risiko geopolitik, finansial, dan resesi.
sumber : investor.id